7 Persiapan Menyambut Wajib Belajar 13 Tahun

Wajib belajar 13 tahun menjadi langkah strategis pemerintah dalam menjawab tantangan pemerataan pendidikan dari hulu ke hilir. Selama ini, angka partisipasi sekolah yang tercermin pada Angka Partisipasi Murni (APM) di jenjang pendidikan menengah masih tertinggal.
Data tahun 2018 menunjukkan APM SMA/SMK baru menyentuh 63,7 persen, jauh di bawah target nasional. Sementara itu, APM SMP pun baru mencapai 57,81 persen dari target 73,07 persen.
Di sisi lain, sejumlah capaian positif menjadi pijakan kuat untuk mendorong transformasi sistem pendidikan nasional. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) naik dari 7,73 tahun menjadi 8,10 tahun antara 2014–2017. Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) pun meningkat hingga 12,85 tahun.
Program Indonesia Pintar yang menyalurkan bantuan pendidikan ke lebih dari 18 juta siswa berhasil menurunkan jumlah anak putus sekolah secara signifikan. Bahkan, keberhasilan ini sudah tampak sejak pendidikan anak usia dini (PAUD) yang kini semakin diperkuat.
Tentunya keberlanjutan upaya ini menuntut strategi jangka panjang yang lebih sistematis. Tak bisa dimulai di tengah jalan, fondasi kebijakan ini dibangun sejak anak usia dini. PAUD adalah pintu awal untuk membentuk kesiapan belajar anak, sekaligus pondasi tumbuh kembang yang tak bisa diabaikan.
Untuk mendorong anak melanjutkan hingga jenjang menengah atas, dibutuhkan kebijakan baru yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Oleh karenanya implementasi Program Super Prioritas Wajib Belajar 13 Tahun akan segera dilaksanakan tahun 2025.
Program Super Prioritas Wajib Belajar 13 Tahun
Wajib Belajar 13 Tahun resmi ditetapkan sebagai program super prioritas nasional dalam RPJMN 2025–2029. Implementasinya dijadwalkan mulai tahun ajaran 2025/2026, sebagaimana ditegaskan dalam Rapat Koordinasi Nasional pada 18 Maret 2025 yang dihadiri Kemenko PMK, Kemendikbudristek, Kemenag, Kemendagri, dan Bappenas.
Tujuan utama program ini yakni mengatasi angka Anak Tidak Sekolah (ATS) yang mencapai 4,3 juta anak. Sebagai langkah awal, pemerintah memetakan sebaran ATS di tiap daerah untuk merancang intervensi kebijakan yang tepat sasaran.
Kebijakan ini mencakup 1 tahun pra-SD (PAUD) dan 12 tahun pendidikan dasar-menengah. Pemerintah tengah menyusun Instruksi Presiden (Inpres) sebagai dasar hukum operasional dan bagian dari turunan Peta Jalan Pendidikan Nasional 2025.
Persiapan mencakup SDM guru, sarana, akses internet, listrik, serta keadilan geografis. Saat ini, terdapat 27.650 satuan pendidikan tanpa akses internet, 3.323 tanpa listrik, 302 kecamatan belum punya SMP/MTs, dan 727 kecamatan belum memiliki SMA/SMK/MA.
PAUD adalah tahap krusial yang kini tengah difokuskan. Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD baru 36% pada 2024, jauh dari target 80% yang tertuang dalam RPJMN. Ketimpangan ini diperparah dengan rendahnya ketersediaan PAUD di 18.000 desa.
PAUD adalah singkatan dari Pendidikan Anak Usia Dini, yaitu layanan pendidikan yang ditujukan bagi anak sejak lahir hingga usia 6 tahun, sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar. Program ini bertujuan membentuk dasar kecerdasan, karakter, dan keterampilan anak secara menyeluruh sejak usia dini.
Program Wajib Belajar 13 Tahun juga diperkuat melalui Program Indonesia Pintar dan intervensi bantuan lainnya seperti BOS dan beasiswa. Seluruh upaya diarahkan untuk menaikkan angka partisipasi sekolah secara merata, menekan angka putus sekolah, serta mewujudkan pemerataan pendidikan hingga wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Pemerintah menekankan pentingnya kurikulum berbasis pedagogi dan peningkatan kualitas guru untuk memperkuat kesiapan anak dalam menempuh pendidikan dasar. Targetnya, akses pendidikan wajib 13 tahun menjadi hak setiap anak Indonesia, tanpa kecuali.
Peran Guru dan Orang Tua dalam Menyukseskan Wajib Belajar 13 Tahun
Kesuksesan Program Wajib Belajar 13 Tahun tidak cukup hanya mengandalkan kebijakan dari pusat. Kolaborasi sekolah, guru, dan orang tua juga diperlukan untuk untuk memastikan anak-anak Indonesia mendapatkan hak belajarnya secara utuh.
Berikut persiapan yang perlu kita lakukan untuk mendukung keberhasilan Program Wajib Belajar 13 Tahun:
1. Membangun Kemitraan Erat antara Sekolah dan Orang Tua
Hubungan kolaboratif antara guru dan orang tua menjadi kunci sukses pembelajaran. Kemitraan ini mencakup dialog aktif, keterlibatan dalam kegiatan sekolah, serta kesamaan pandang mengenai tujuan pendidikan. Komunikasi rutin akan membantu guru memahami konteks rumah, dan sebaliknya, orang tua memahami perkembangan anak di sekolah.
2. Menjamin Akses PAUD Berkualitas Sejak Usia Dini
Pemerintah telah menegaskan bahwa PAUD berkualitas mencakup layanan pendidikan yang mengembangkan kemampuan dasar anak, disertai unsur kesehatan, kesejahteraan, serta perlindungan. Guru dan orang tua perlu memastikan anak terlibat dalam layanan PAUD yang tidak hanya menyediakan akses, tetapi juga kualitas.
3. Mengembangkan Pembelajaran Nonakademik yang Terintegrasi
Guru di PAUD dan SD harus beralih dari pendekatan akademik semata menuju pembelajaran yang terintegrasi. Anak-anak perlu dikenalkan pada nilai-nilai kehidupan, pengenalan lingkungan, dan pembentukan motivasi belajar. Muatan nonakademik seperti pengasuhan, kesehatan, dan perlindungan harus menjadi bagian dari keseharian proses pembelajaran.
4. Meningkatkan Kompetensi Guru dan Tenaga Pendidik
Kualitas guru menentukan kualitas pendidikan. Saat ini, tercatat lebih dari 295 ribu guru di Indonesia belum bergelar sarjana. Pemerintah telah menggagas berbagai pelatihan, namun keterlibatan guru dalam mengakses pelatihan mandiri dan kolaboratif sangat dibutuhkan. Orang tua juga dapat berperan dengan mendukung guru dalam berbagai bentuk penguatan komunitas belajar.
5. Memastikan Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Visioner
Kepala sekolah bukan hanya administrator, tetapi pemimpin pembelajaran. Dalam Program Wajib Belajar 13 Tahun, kepala sekolah didorong untuk membangun mutu sejak PAUD. Mereka harus mampu memetakan kebutuhan guru, murid, hingga melibatkan masyarakat. Guru dan orang tua perlu bersinergi dengan kepala sekolah demi terciptanya sistem pendidikan yang terarah.
6. Menyiapkan Transisi dari PAUD ke SD
Masa transisi dari PAUD ke SD menjadi momen krusial. Guru PAUD dan guru SD harus saling memahami karakteristik pembelajaran masing-masing jenjang. Orang tua pun perlu dilibatkan dalam menyiapkan anak secara emosional dan sosial. Upaya ini akan membantu anak menjalani masa transisi dengan nyaman dan percaya diri.
7. Menguatkan Nilai Lokal dan Kearifan Sosial dalam Pembelajaran
Anak-anak harus belajar dari lingkungan sekitar mereka. Guru didorong mengenalkan pengetahuan yang dekat dengan realitas anak. Misalnya pengenalan tanaman di halaman rumah, tokoh masyarakat sekitar, hingga tradisi lokal. Orang tua juga dapat menjadi sumber belajar langsung dengan berbagi pengalaman, budaya, atau keterampilan yang relevan dengan kehidupan anak.
Program Wajib Belajar 13 Tahun adalah langkah strategis untuk memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan merata. Semua pihak harus bersinergi, bergerak cepat, dan fokus pada implementasi yang tepat agar pendidikan menjadi hak yang dapat diakses oleh seluruh anak bangsa.
Melalui persiapan yang matang dalam aspek akses, kualitas pengajaran, serta kemitraan yang solid, program ini akan mengurangi angka Anak Tidak Sekolah (ATS) dan membuka lebih banyak peluang bagi anak-anak untuk berkembang. Siapa tahu, salah satu dari mereka akan menjadi pemimpin besar di masa depan!
Mari kita bantu guru dalam meningkatkan kapasitas dan kapabilitas agar kualitas pendidikan Indonesia semakin membaik!