Pentingkah Ujian Nasional? Ketahui 5 Manfaat dan Kekurangan Ujian Nasional

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengevaluasi beberapa kebijakan pendidikan yang sudah dijalankan pemerintahan sebelumnya, termasuk masalah Ujian Nasional. Menteri Abdul Mu’ti berbicara mengenai rencana diadakannya kembali ujian nasional akan dimatangkan terlebih dahulu, sebelum direalisasikan.
Sebelumnya, Ujian Nasional digunakan untuk penilaian akhir dari para siswa dalam menentukan kelulusannya. Namun ujian tersebut sudah ditiadakan sejak tahun 2021. Ditiadakannya Ujian Nasional dilakukan sebagai langkah strategis meningkatkan mutu pendidikan.
Tujuannya adalah menciptakan sistem evaluasi yang lebih relevan dengan tantangan pendidikan di masa mendatang. Termasuk mengurangi tekanan psikologis yang kerap dirasakan siswa akibat Ujian Nasional.
Polemik Ujian Nasional masih hangat diperbincangkan oleh para orang tua murid. Hal ini juga berkaitan dengan masalah zonasi di sekolah negeri dan penerimaan mahasiswa baru perguruan tinggi.
Polemik Ujian Nasional sebagai Penentu Kelulusan
Menurut Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan Guru (P2G), Satriawan Salim, Ujian Nasional sudah tidak relevan lagi untuk dilakukan di zaman sekarang. Artinya, sudah tidak ada dampak ujian nasional yang diperlukan. Justru lebih baik berfokus pada masalah dasar pendidikan saja. Persoalan siswa di Indonesia adalah minimnya literasi, numerasi, serta sains.
Perguruan tinggi memberikan aspirasi mengenai manfaat Ujian Nasional dan sudah ditampung oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah. Perguruan tinggi mengatakan bahwa mereka butuh capaian akademik secara individu pada calon mahasiswanya, bukan asesmen nasional yang diambil dari sampling.
Tim seleksi nasional untuk perguruan tinggi memerlukan hasil belajar yang sifatnya individual dari masing-masing calon mahasiswa. Sementara pihak Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah belum memutuskan kebijakan apapun. Sampai saat ini Kemendikdasmen masih menggunakan dua kurikulum, yaitu K-13 dan Kurikulum Merdeka, dan masih menerapkan asesmen nasional.
Sebagian besar sekolah sudah menerapkan Kurikulum Merdeka. Semangat dasar berorientasi kurikulum ini ada pada siswa yang menjadi pusat dari berjalannya sebuah pembelajaran. Namun memang untuk realisasinya belum banyak sekolah yang memiliki tenaga pengajar dan sekolah yang mumpuni untuk menerapkan sistem kurikulum ini.
Jika kurikulum seperti ini diterapkan di kota besar seperti di Jakarta, mungkin lebih tepat sasaran. Apalagi jika kombinasinya adalah kota Jakarta, sekolah swasta, dan memiliki sarana prasarana serta guru yang memadai. Kemungkinan besarnya mereka memiliki hasil yang lebih baik dibanding sekolah di luar kota besar.
Maka dari itu, polemik Ujian Nasional ada kaitannya dengan kesenjangan kualitas sekolah. Seperti contohnya ada sekolah swasta di NTT yang merasa bahwa sekolah mereka kehilangan standar. Mereka ingin ada standarisasi lulusan untuk para siswa, seperti Ujian Nasional.
Manfaat Ujian Nasional
Sistem penilaian pada penerapan Ujian Nasional dijalankan secara individu. Penilaian dilakukan oleh guru, sekolah, dan pemerintah dalam bentuk UN dan hasil penilaian dari masing-masing tersebut nantinya menjadi barometer atau standar dalam penentuan kelulusan siswa.
Berikut 5 manfaat Ujian Nasional:
1. Standar Penilaian yang Terukur
Ujian Nasional berfungsi sebagai alat untuk mengukur capaian akademik siswa secara objektif dan terstandarisasi di seluruh Indonesia. Dengan adanya standar nasional, hasil Ujian Nasional menjadi parameter yang digunakan oleh guru, sekolah, dan pemerintah untuk mengevaluasi kualitas pendidikan di berbagai wilayah.
Adanya Ujian Nasional membantu dalam menciptakan kesetaraan akses terhadap pendidikan yang berkualitas. Meski ada polemik Ujian Nasional terkait relevansi dan tekanan psikologisnya, data yang dihasilkan tetap menjadi rujukan penting bagi kebijakan pendidikan.
2. Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Salah satu manfaat Ujian Nasional adalah meningkatkan motivasi siswa untuk belajar lebih giat. Menjelang pelaksanaan UN, siswa cenderung menambah waktu belajar baik secara mandiri maupun melalui bimbingan tambahan.
Rata-rata siswa meluangkan waktu 5–10 jam ekstra setiap minggu untuk belajar mandiri, sementara kegiatan bimbingan belajar atau les juga meningkat. Ini menciptakan budaya belajar yang lebih disiplin, meskipun terkadang menimbulkan tekanan yang perlu dikelola dengan baik oleh orang tua dan guru.
3. Mendorong Peran Aktif Orang Tua dalam Pendidikan
Ujian Nasional juga memberi dorongan bagi orang tua untuk lebih terlibat dalam pendidikan anak mereka. Dengan adanya kriteria kelulusan yang jelas, orang tua memiliki acuan objektif untuk memantau perkembangan belajar anak. Mereka cenderung memberikan dukungan lebih, baik secara emosional maupun finansial, untuk memastikan anak siap menghadapi UN.
4. Alat Evaluasi Sistem Pendidikan Nasional
Selain dampak Ujian Nasional langsung pada siswa, sistem ini berperan penting dalam mengevaluasi sistem pendidikan secara keseluruhan. Data hasil Ujian Nasional memungkinkan pemerintah untuk mengidentifikasi kekurangan Ujian Nasional pada aspek tertentu, seperti kesenjangan antar wilayah atau mata pelajaran yang sulit dikuasai siswa.
Informasi ini menjadi dasar untuk menyusun kebijakan yang lebih adaptif dan relevan dengan kebutuhan zaman. Termasuk dalam mempersiapkan siswa menghadapi tantangan revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0.
5. Menumbuhkan Kompetisi yang Sehat di Kalangan Siswa
Dengan adanya Ujian Nasional, siswa didorong untuk bersaing secara sehat dalam mencapai hasil terbaik. Kompetisi ini tidak hanya terjadi di antara siswa dalam satu sekolah tetapi juga secara nasional.
Meski dampak Ujian Nasional kadang menimbulkan tekanan, kompetisi ini membantu siswa mengembangkan kemampuan akademik dan mental yang tangguh. Pada akhirnya, mereka lebih siap menghadapi tantangan lain di masa depan, baik dalam pendidikan lanjutan maupun dunia kerja.
Kekurangan Ujian Nasional bagi Siswa
Seperti yang kita ketahui, minimnya dasar pendidikan anak di Indonesia ini menjadi hal yang patut menjadi hal yang perlu diutamakan terlebih dahulu. Mengingat Skor Programme for International Student Assessment (PISA) telah menunjukkan betapa tidak baik-baik saja pendidikan di Indonesia.
Kekurangan Ujian Nasional antara lain pendekatan yang terlalu menitikberatkan pada penilaian akademik berbasis standar, tanpa memperhitungkan keragaman kemampuan siswa secara komprehensif. Sistem ini cenderung mengabaikan keterampilan non-akademik, seperti kreativitas, kemampuan berpikir kritis, dan kolaborasi, yang semakin relevan dalam era revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0.
Selain itu, tekanan tinggi yang sering dialami siswa dapat berdampak negatif pada kesehatan mental mereka. Ini akan mengurangi efektivitas proses pembelajaran. Dalam banyak kasus, hasil UN tidak mencerminkan kemampuan siswa secara menyeluruh, terutama bagi mereka yang memiliki gaya belajar atau kecerdasan yang tidak sesuai dengan pola ujian standar.
Kekurangan Ujian Nasional sangat jelas karena siswa harus belajar keras untuk segala mata pelajaran, entah mereka hanya menghafal atau benar-benar paham dan tidak dilupakan. Padahal semestinya yang diperkuat adalah keterampilan dasar dari literasi, numerasi, dan sains.
Dalam struktur Kurikulum Merdeka, siswa diberi fleksibilitas untuk memilih mata pelajaran sesuai minatnya, tanpa harus memilih antara IPA dan IPS. Kerangka dari kurikulum ini lebih fleksibel. Kurikulum ini hanya berfokus pada materi dan pengembangan karakter, serta kompetensi dari para peserta didik. Siswa tidak diwajibkan menghafalkan segala mata pelajaran, namun mereka bisa berfokus pada apa yang menjadi minat dan bakat mereka.
Sistem Berbeda pada Ujian Nasional 2026
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Prof. Abdul Mu’ti, merencanakan pengembalian Ujian Nasional (UN) dengan konsep yang berbeda dari sistem sebelumnya. Dalam keterangannya, ia menjelaskan bahwa sistem evaluasi yang baru ini telah dirancang dengan mempertimbangkan pengalaman masa lalu dan kekhawatiran masyarakat terhadap dampak UN konvensional.
Meski belum membeberkan detail lengkapnya, Prof. Mu’ti memastikan bahwa sistem ini akan mengutamakan prinsip akuntabilitas tanpa menimbulkan tekanan berlebih pada siswa. Pelaksanaan UN hanya akan dilakukan oleh sekolah-sekolah yang telah terakreditasi, dengan tujuan menjamin kualitas penyelenggaraan. Namun, implementasi sistem baru ini tidak akan berlangsung pada tahun 2025, melainkan direncanakan mulai tahun ajaran 2025/2026.
Diperkirakan, Ujian Nasional bagi jenjang SMA, SMK dan MA akan diberlakukan mulai November 2025. Sementara, Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengatakan, nantinya istilah “ujian” akan dihilangkan dan diganti dengan mekanisme lainnya pada pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Sehingga pada jenjang SD dan SMP, pelaksanaan sistem standar nasional ini baru akan diterapkan pada tahun 2026.
Sebagai perbandingan dengan Asesmen Nasional (AN) yang diterapkan sejak 2021, UN versi baru ini diprediksi akan tetap berfungsi sebagai alat evaluasi capaian akademik siswa secara individual. Berbeda dengan AN yang lebih fokus mengevaluasi keseluruhan lingkungan pembelajaran, UN akan tetap memberikan penekanan pada pengukuran kemampuan siswa secara personal, kemungkinan untuk mendukung kebutuhan seleksi pendidikan lebih lanjut.
Hal ini menegaskan bahwa Ujian Nasional akan menjadi bagian integral dari reformasi pendidikan nasional yang terus beradaptasi dengan kebutuhan zaman. Sambil memastikan kualitas dan relevansi pendidikan di tingkat nasional.
Kesimpulannya, kita sebagai masyarakat hanya bisa menunggu hasil keputusan akhir dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Berharap semua aspirasi pro dan kontra dapat menemukan titik tengah, sehingga akan mendapat yang terbaik untuk semua siswa di Indonesia.