Tes Kemampuan Akademik dan Penjurusan SMA

Penjurusan SMA kembali menjadi perhatian dalam kebijakan pendidikan nasional seiring rencana penerapan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai asesmen pengganti Ujian Nasional. Salah satu pertimbangan utama Kemendikdasmen adalah memastikan bahwa penjurusan IPA, IPS, maupun Bahasa, didasarkan pada data objektif kemampuan siswa, bukan semata preferensi atau tekanan eksternal.
Sejalan dengan hal tersebut, TKA akan menjadi alat bantu untuk memetakan potensi akademik siswa sejak dini agar arah jurusan yang diambil selaras dengan kapasitas dan minatnya. Dengan dimulainya kembali sistem penjurusan yang lebih terstruktur, pemerintah berharap pembelajaran di jenjang SMA menjadi lebih relevan dan efektif. Sekaligus untuk mengurangi kasus salah jurusan yang kerap terjadi di pendidikan tinggi.
Penjurusan SMA dan Dinamika Kebijakan Pendidikan yang Belum Usai
Penjurusan SMA kembali menjadi panggung polemik kebijakan pendidikan nasional. Setelah sempat dihapus melalui Kurikulum Merdeka pada tahun ajaran 2024/2025, sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa kini akan diberlakukan kembali oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti.
Kebijakan ini diumumkan secara resmi pada 11 April 2025 sebagai bagian dari langkah strategis pemerintah dalam menyiapkan siswa menghadapi asesmen baru bernama Tes Kemampuan Akademik (TKA). Asesmen ini dirancang untuk menggantikan peran Ujian Nasional (UN) sebagai tolok ukur kelulusan dan kompetensi akademik.
Dinamika ini tak lepas dari tarik ulur kebijakan yang sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir. Saat menjabat, Menteri Nadiem Makarim menghapus sistem penjurusan dengan alasan memberikan kebebasan lebih besar bagi siswa untuk memilih mata pelajaran lintas disiplin sesuai minat dan aspirasi karier.
Namun, banyak pihak dari kalangan orang tua, penyelenggara pendidikan, dan perguruan tinggi luar negeri menyampaikan keresahan terkait absennya standar evaluasi yang jelas. TKA adalah bentuk asesmen baru yang diharapkan bisa menjawab kebutuhan tersebut, dengan mengembalikan struktur akademik yang lebih terarah.
Kebijakan terbaru ini bukan tanpa kontroversi. Kritik datang dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi hingga pengamat pendidikan, yang menilai kebijakan ini terlalu terburu-buru dan kurang berpijak pada evaluasi menyeluruh atas sistem yang sebelumnya sudah diterapkan.
Bahkan, Presiden Prabowo Subianto telah meminta agar kebijakan diadakannya lagi penjurusan SMA ini dikaji ulang secara menyeluruh. Karena dinilai berpotensi membatasi eksplorasi minat siswa di era multidisipliner. Sementara beberapa pakar menilai bahwa sistem penjurusan membantu siswa memperdalam bidang ilmu tertentu secara lebih fokus.
Di tengah silang pendapat ini, TKA adalah harapan akan standar kualitas pendidikan nasional dan kebutuhan siswa untuk tetap fleksibel dalam menentukan arah masa depannya. Tes Kemampuan Akademik yang diperkenalkan oleh Kemendikdasmen pada awal 2025 menjadi babak baru dalam transformasi sistem evaluasi pendidikan.
Apa itu Tes Kemampuan Akademik?
TKA adalah singkatan dari Tes Kemampuan Akademik, asesmen pengganti Ujian Nasional (UN) yang dirancang untuk menilai kompetensi siswa secara lebih menyeluruh dan non-traumatik. Tidak seperti UN yang selama ini menjadi penentu kelulusan, TKA bersifat tidak wajib dan tidak menentukan kelulusan siswa.
Menurut Pelaksana tugas Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan, Toni Toharudin, TKA lebih diarahkan sebagai alat ukur kemampuan akademik murni, tanpa memberi tekanan kelulusan. Dengan demikian, siswa tetap bisa lulus meski tidak mengikuti TKA, namun tetap memiliki kesempatan untuk menggunakan hasilnya dalam proses seleksi pendidikan lanjutan.
Tujuan utama TKA adalah menyelaraskan evaluasi akademik dengan kebutuhan dunia pendidikan dan dunia kerja. Sistem baru ini menghilangkan kesan ‘ujian nasional’ yang identik dengan stres dan kekhawatiran gagal.
Sebagai gantinya, TKA memberikan ruang refleksi atas capaian belajar siswa, sekaligus menjadi acuan penting dalam seleksi masuk perguruan tinggi melalui jalur prestasi. Hasil TKA juga akan digunakan untuk memetakan kualitas pendidikan di tiap daerah, mendukung kebijakan afirmasi, dan peningkatan mutu secara nasional.
TKA akan mulai diterapkan pada November 2025 khusus untuk jenjang SMA/SMK kelas 12, yang telah melalui sistem penjurusan IPA, penjurusan IPS, maupun Bahasa. Untuk jenjang SMP (kelas 9) dan SD (kelas 6), pelaksanaan akan dimulai tahun berikutnya, yakni 2026. Penerapan bertahap ini memberi waktu bagi sekolah dan siswa untuk beradaptasi, sekaligus menyusun strategi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik asesmen ini.
Materi dalam Tes Kemampuan Akademik berbeda-beda tergantung jenjang pendidikan. Di SD dan SMP, fokus utama pada Bahasa Indonesia dan Matematika. Untuk SMA/SMK, cakupannya lebih luas, yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, serta dua mata pelajaran pilihan yang disesuaikan dengan jurusan siswa.
Dalam penjurusan IPA, misalnya, siswa akan mengikuti ujian Fisika atau Biologi, sedangkan dalam penjurusan IPS, pilihan mata pelajaran bisa mencakup Ekonomi atau Sosiologi. Ini memberi keleluasaan untuk menggali kedalaman ilmu sesuai jalur akademik yang dipilih.
Perbedaan TKA dan Ujian Nasional
Meski sama-sama berbentuk tes akademik, Tes Kemampuan Akademik (TKA) dan Ujian Nasional (UN) memiliki perbedaan mendasar dalam konsep, tujuan, dan pelaksanaannya. Perubahan ini bukan sekadar pergantian nama, melainkan transformasi menyeluruh dalam cara mengevaluasi kemampuan siswa.
Berikut 5 perbedaan utama antara TKA dan UN yang penting dipahami oleh para pendidik:
1. Tidak Menentukan Kelulusan
TKA tidak digunakan sebagai penentu kelulusan siswa. Ini berbeda dengan UN yang selama bertahun-tahun menjadi syarat wajib untuk mendapatkan ijazah. Dalam sistem baru ini, siswa tetap bisa dinyatakan lulus meski tidak mengikuti TKA. Ini memberi ruang lebih luas bagi pendekatan pembelajaran yang tidak berorientasi pada ujian semata.
2. Berfungsi untuk Seleksi Jalur Prestasi
TKA lebih difokuskan sebagai instrumen seleksi untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Di tingkat SMA, hasil TKA akan menjadi salah satu komponen penilaian dalam seleksi masuk perguruan tinggi negeri melalui jalur prestasi, sebagaimana sudah dikoordinasikan dengan Majelis Rektor PTN.
3. Berlaku di Semua Jenjang dengan Tahapan Bertahap
UN dulu hanya diberlakukan secara serentak dan bersifat final. Sebaliknya, TKA diterapkan secara bertahap: dimulai dari SMA/SMK pada 2025, dan baru menyusul untuk SMP serta SD pada 2026. Pendekatan bertahap ini memungkinkan penyesuaian kurikulum dan kesiapan teknis yang lebih matang.
4. Format dan Jadwal yang Lebih Fleksibel
Pelaksanaan UN dilakukan secara serentak dan terstandar di seluruh Indonesia. Sementara TKA memberikan fleksibilitas lebih dalam penjadwalan, baik secara teknis maupun administratif. Sehingga ada ruang bagi sekolah untuk mempersiapkan siswa tanpa tekanan waktu yang terlalu kaku.
5. Pendekatan Asesmen yang Lebih Komprehensif
TKA dirancang dengan pendekatan yang lebih komprehensif dibanding UN. Jika UN lebih menekankan pada hasil akhir dalam bentuk nilai ujian, TKA menekankan proses dan pemetaan kompetensi siswa. Materi yang diujikan juga disesuaikan dengan minat dan jurusan siswa, sehingga lebih relevan dengan kebutuhan akademik dan rencana pendidikan selanjutnya.
Masyarakat, terutama orang tua, guru, dan siswa, perlu membangun kesadaran baru bahwa pendidikan bukan sekadar soal kelulusan, tetapi proses penguatan kapasitas intelektual dan karakter. Sehingga penerapan Tes Kemampuan Akademik benar-benar memberi dampak positif,
Guru perlu terus memperbarui pemahaman tentang asesmen formatif dan strategi pembelajaran berbasis kompetensi. Peningkatan kapasitas guru melalui berbagai macam pelatihan juga dapat membantu. Orang tua dapat berperan aktif mendampingi anak mengenali minat dan potensinya sejak dini, termasuk dalam penjurusan SMA seperti penjurusan IPA maupun penjurusan IPS dan Bahasa.
Sementara itu, sekolah didorong menciptakan lingkungan belajar yang adaptif, tidak hanya mempersiapkan siswa untuk TKA, tetapi juga untuk tantangan masa depan yang lebih luas. Pemerintah daerah juga wajib menyediakan akses informasi dan pendampingan bagi siswa di daerah tertinggal agar kebijakan ini tidak memperlebar ketimpangan.
Dengan sinergi konkret dari seluruh elemen, TKA bisa menjadi alat ukur yang inklusif, adil, dan relevan. Sudah siap menyambut era baru evaluasi pendidikan? Mari kita siapkan generasi masa depan yang optimis dan tangguh! Bantu guru meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan Indonesia menyambut generasi Emas 2045.