Perbedaan Kurikulum Nasional Plus dan Kurikulum Nasional 2025

Artikel29/05/2025
| Bagikan :

Kurikulum baru digadang-gadang menjadi pilar utama transformasi pendidikan Indonesia dalam menghadapi tantangan abad ke-21. Pemerintah menetapkan kurikulum nasional 2025 sebagai program prioritas dengan pendekatan yang lebih kontekstual, integratif, dan berbasis kompetensi. 

Langkah ini diambil untuk menyesuaikan arah pendidikan nasional. Sehingga sesuai dengan perkembangan teknologi, kebutuhan dunia kerja, serta dinamika sosial yang terus berubah.

Berdasarkan Permendikbudristek No. 12 Tahun 2024, Kurikulum Merdeka resmi ditetapkan sebagai kurikulum nasional. Namun, sampai tahun ajaran 2024/2025, masih terdapat dua kurikulum nasional yang digunakan, yaitu Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka. 

Pemerintah menargetkan seluruh satuan pendidikan beralih ke Kurikulum Merdeka paling lambat pada tahun ajaran 2026/2027. Kebijakan ini juga disertai pendampingan di 514 kabupaten/kota dan 38 provinsi.

Di tengah implementasi kurikulum baru 2025, muncul pula pendekatan pendidikan yang menggabungkan kurikulum nasional dengan muatan tambahan sesuai kebutuhan khusus peserta didik. Kurikulum nasional plus adalah bentuk adaptasi yang mengakomodasi keunikan konteks lokal atau karakteristik sekolah tertentu. 

Model kurikulum nasional plus banyak diterapkan pada sekolah dengan konsep pendidikan alternatif atau berbasis asrama. Termasuk sekolah-sekolah yang menyasar kelompok masyarakat dengan latar belakang ekonomi tertentu.

kurikulum nasional dan kurikulum nasional plus merupakan bentuk kurikulum yang berlaku di tahun 2025

Dengan banyaknya istilah baru dan kebijakan yang bergulir cepat, para pendidik perlu memahami apa itu kurikulum nasional, dan bagaimana membedakan versi “nasional” dengan yang “nasional plus”? Berikut perbedaan antara Kurikulum Nasional Plus dan Kurikulum Nasional 2025 yang perlu diketahui agar para pendidik dapat lebih cermat dalam merancang strategi pembelajaran.

Kurikulum Nasional 2025

Kurikulum nasional 2025 mengintegrasikan teknologi digital sebagai bagian dari proses pembelajaran dan penilaian. Guru diarahkan untuk menggunakan perangkat digital dalam asesmen formatif, proyek siswa, hingga pelaporan belajar. Ini ditujukan agar siswa tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga mampu berpikir kritis dan produktif dalam ekosistem digital.

Pendekatan pembelajaran dalam kurikulum ini mendorong deep learning, yakni proses belajar mendalam yang menumbuhkan kesadaran, makna, dan keceriaan. Guru difasilitasi untuk menciptakan pembelajaran kolaboratif yang menggugah rasa ingin tahu dan reflektif. Sehingga siswa tidak sekadar menghafal, tetapi memahami, mengeksplorasi, dan menyampaikan kembali hasil belajarnya secara autentik.

Struktur kurikulum memuat tiga komponen utama, yaitu intrakurikuler, kokurikuler, dan projek penguatan karakter. Model ini membuka ruang fleksibilitas bagi sekolah dalam mengatur jam belajar dan mengaitkannya dengan konteks lokal. Setiap satuan pendidikan diberikan kewenangan menyusun kurikulum operasional sekolah berdasarkan kebutuhan peserta didik.

Bahasa pengantar yang digunakan tetap Bahasa Indonesia sebagai standar nasional. Namun, siswa tetap diajarkan bahasa asing dalam mata pelajaran tersendiri secara bertahap dan terstruktur. Hal ini menjadi bagian dari upaya memperkuat kemampuan literasi global tanpa menggeser identitas kebangsaan.

Salah satu keunggulan kurikulum baru 2025 ini adalah penguatan evaluasi berbasis proses, bukan hanya hasil akhir. Penilaian formatif digunakan untuk memantau perkembangan belajar siswa dari waktu ke waktu. Dengan cara ini, guru bisa lebih mudah menyesuaikan strategi pengajaran dan mendeteksi hambatan belajar sejak dini.

Pembelajaran lintas mata pelajaran menjadi bagian penting dalam penguatan proyek tematik. Siswa belajar menyelesaikan masalah nyata dengan pendekatan kolaboratif antar-disiplin. Ini menjadi cara yang efektif untuk menanamkan keterampilan, seperti komunikasi, kepemimpinan, dan pemecahan masalah.

Tantangan utama dalam penerapan kurikulum nasional 2025 terletak pada kesenjangan infrastruktur dan kompetensi guru di berbagai daerah. Oleh karena itu, pemerintah mengalokasikan pelatihan dan pendampingan intensif kepada guru serta penyediaan sarana digital secara bertahap. Pendekatan bertahap ini diharapkan mampu menjaga kualitas implementasi secara merata.

Kurikulum ini tidak berdiri sendiri, tetapi ditopang oleh kolaborasi antara sekolah, pemerintah daerah, dan orang tua. Peran masyarakat menjadi bagian dari proses pendidikan, khususnya dalam mendukung proyek berbasis komunitas. 

Kurikulum Nasional Plus

Kurikulum nasional plus adalah bentuk pengembangan dari kurikulum nasional yang dilengkapi dengan integrasi nilai-nilai internasional. Kurikulum ini banyak diterapkan oleh sekolah swasta, khususnya yang tergabung dalam jaringan pendidikan global atau nasional yang berorientasi internasional. Ciri khas utamanya adalah kolaborasi antara standar nasional dan kurikulum asing seperti Cambridge, IB, atau Montessori.

Bahasa pengantar yang digunakan bersifat trilingual, antara lain Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Mandarin. Pemakaian tiga bahasa ini tidak hanya pada pelajaran bahasa, tetapi juga dalam mata pelajaran inti seperti Matematika dan Sains. Tujuannya untuk membiasakan siswa berpikir lintas bahasa dan budaya sejak dini.

Dalam hal penilaian, kurikulum ini menggabungkan asesmen nasional dan internasional. Siswa biasanya mengikuti dua jenis evaluasi, yakni standar nasional seperti ujian sekolah dan standar global seperti Cambridge Checkpoint atau IB assessment. Pola ini memberi peluang lebih luas bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan di dalam maupun luar negeri.

Struktur pembelajarannya mencakup kombinasi antara teori, praktik, dan refleksi kritis. Guru mendorong siswa aktif bertanya, menyusun argumen, dan mengevaluasi ide. Kurikulum ini lebih fleksibel dalam pendekatan, tetapi sangat disiplin dalam penilaian hasil dan perkembangan individu.

kurikulum nasional dan kurikulum nasional plus merupakan bentuk kurikulum yang berlaku di tahun 2025

Fasilitas belajar yang disediakan cenderung modern dan mendukung eksplorasi bakat secara maksimal. Sekolah-sekolah dengan kurikulum nasional plus biasanya memiliki laboratorium teknologi, perpustakaan digital, ruang seni, dan program coding sejak tingkat dasar. Ini menjadi keunggulan yang dirancang untuk menyiapkan siswa menghadapi dunia digital dan global.

Program ekstrakurikulernya juga lebih luas dan dirancang untuk mendukung pengembangan soft skills. Siswa bisa memilih kegiatan seperti debat internasional, simulasi sidang PBB, robotic, hingga olahraga non-tradisional. Kegiatan ini bukan sekadar pelengkap, tetapi bagian dari desain pendidikan yang komprehensif.

Dari sisi pembiayaan, kurikulum ini memang memerlukan investasi pendidikan yang lebih besar. Namun, manfaatnya sebanding karena siswa memperoleh akses pendidikan berkualitas, lisensi internasional, dan pembinaan langsung dari guru tersertifikasi global. Hal ini membuat kurikulum ini lebih banyak diakses oleh keluarga menengah ke atas di kawasan urban.

Kurikulum nasional plus cocok bagi siswa yang diarahkan untuk studi internasional atau pengembangan karier global. Lingkungan sekolah juga dibentuk untuk mencerminkan komunitas multikultural dan dinamis. Dengan demikian, kurikulum nasional plus menjadi pilihan ideal untuk keluarga yang memprioritaskan pengalaman belajar global sejak dini.

Perbedaan antara kurikulum nasional 2025 dan kurikulum nasional plus menuntut guru untuk lebih cermat dalam memahami konteks dan kebutuhan peserta didik. Guru di sekolah dengan kurikulum nasional bisa menguatkan fondasi pembelajaran inti dan karakter, sementara di sekolah dengan kurikulum nasional plus, guru perlu menyeimbangkan pembelajaran lokal dan global secara integratif. 

Memahami tujuan dan struktur masing-masing kurikulum menjadi langkah awal dalam merancang pengalaman belajar yang optimal. Selanjutnya, guru dapat menghadapi kurikulum baru dengan beragam pendekatan, serta mengembangkan fleksibilitas pedagogi dan literasi kurikulum. 

Melatih kemampuan diferensiasi pembelajaran, serta membangun kolaborasi dengan sesama pendidik lintas kurikulum, akan memperkaya praktik mengajar. Dengan demikian, guru bisa mengambil peran strategis dalam menjembatani antara kebijakan kurikulum dan kebutuhan nyata di ruang kelas.